Senin, 09 Juli 2012

PERKEMBANGAN TULISAN SISWA SEKOLAH DASAR

Pengajaran menulis di sekolah dasar diharapkan dapat membekali siswa dengan kemampuan menulis yang baik. Pelaksanaan pengajaran menulis di sekolah dasar terutama di kelas satu dan dua tidak dapat dipisahkan dari membaca permulaan, walaupun membaca dan menulis merupakan dua kemampuan yang berbeda. Menulis bersifat produktif sedangkan membaca bersifat reseptif.
Kemampuan menulis tidak diperoleh secara alamiah tetapi melalui proses belajar mengajar. Untuk dapat menuliskan huruf sebagai lambang bunyi siswa harus berlatih dari cara memegang alat tulis serta menggerakkan tangan dangan memperhatikan apa yang harus ditulis (digambarkan). Siswa harus dilatih mengamati lambang bunyi tersebut, memahami setiap huruf sebagai lambang bunyi tertentu sampai dapat menuliskanya sampai benar. Agar bermakna, proses belajar menulis permulaan ini dilaksanakan setelah siswa mampu mengenal huruf-huruf yang diajarkan.
Pembelajaran menulis di SD dibagi menjadi dua tahap, yaitu menulis permulaan dan menulis lanjutan. Berbicara tentang pengajaran menulis permulaan di SD, tidak terlepas dari perkembangan tulisan anak-anak sebelum mereka memasuki jenjang di kelas satu sekolah dasar. Anak yang belajar mencoret-coret di atas kertas dalam usia tiga setengah tahun bisa dikatakan sudah mulai belajar menulis. Hanya saja hasil tulisan yang telah ditulis itu belum bermakna, tetapi bagi anak dalam usia tersebut sudah bermakna.
Menulis merupakan keterampilan yang sangat kompleks bagi seorang anak. Menulis akan beranalogi dengan proses berpikir, pengetahuan, keterampilan-keterampilan dan strategi-strategi yang harus menyertainya. Perkembangan kemampuan menulis terbentuk sejalan dengan keterampilan membaca. Pada usia 2 atau 3 tahun seorang anak sudah memiliki “specific ideas” (gagasan khusus) untuk bahasa tulis dan bagaimana mengoperasionalkan hal itu melalui membaca dan menulis. Melihat kenyataan itu maka “membaca dan menulis” harus dikembangkan sejak dini dan bersamaan. Tentu bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru untuk mengajarkannya. Oleh karena itu, keterampilan menulis hendaknya dibina dan dikembangkan secara berkesinambungan setiap harinya. Sedangkan untuk tingkat sekolah dasar sebaiknya dalam setiap hari itu sebaiknya disediakan waktu sekitar 40 sampai 45 menit untuk menulis. Dengan kata lain, guru harus menyediakan waktu untuk kegiatan “menulis” bagi para siswanya secara berkesinambungan setiap harinya minimal 40 sampai 45 menit untuk tingkat sekolah dasar.
Seorang anak (siswa) akan mengembangkan kemampuan “menulis” sesuai dengan keragaman pengalaman dan teknik-teknik menulisnya sendiri. Oleh karena itu, guru harus mampu secara konstan menilai perkembangan kemampuan anak/siswa yang ada hubungannya dengan perkembangan kemampuan menulis.
Pada mulanya tulisan anak berkembang melalui beberapa cara; ada yang secara bersinambungan, berurutan, ada yang membosankan, ada pula yang benar-benar luar biasa. Jadi, berkaitan dengan sebuah tulisan tidak hanya bagaimana si penulis menyampaikan sebuah gagasan tentang subyek yang dipilihnya, tetapi tulisan itu harus mampu mengoperasikan pemaparan, bisa dibaca, dan menggunakan ejaan yang tepat dan kaidah-kaidah gramatikal yang benar. Jadi, penulis, melalui hasil tulisannya, harus mempertimbangkan pembaca atau audiens yang akan membaca tulisannya. Dengan demikian, dalam rangka membina kemampuan menulis siswa, guru hendaknya menciptakan situasi pembelajaran yang dapat mengajari anak/siswa dapat berpartisipasi aktif dan mengembangkan beragam teknik menulis menurut cara mereka, serta upaya-upaya penugasan yang dapat merangsang siswa aktif menulis sehingga siswa mendapat kesemapatan latihan menulis. Pada akhirnya, siswa memiliki keterampilan menulis sebagai salah satu kiat berbahasa dan atau kemampuan berkomunikasi melalui bahasa ragam tulis.
Secara tidak langsung anak dibina pula penggunaan kebahasaannya untuk menaati asasi kaidah-kaidah kebahasaan yang baik dan benar. Misalnya, penggunaan ejaan, tanda baca, serta kaidah-kaidah gramatika.
Sejalan dengan perkembangan tulisan anak-anak, berikut ini akan dibahas perkembangan tulisan anak-anak di kelas 1, 2 dan kelas 3 sekolah dasar, dan perkembangan tulisan anak-anak kelas tinggi, yaitu kelas 4, 5, dan kelas 6 sekolah dasar.
Perkembangan tulisan anak-anak setelah masuk di kelas satu dan dua sekolah dasar banyak bergantung pada kreativitas guru. Oleh karena itu, guru diharapkan membekali dirinya dengan kemampuan menulis. Guru pun dituntut memiliki kemampuan memilih metode yang sesuai sehingga dapat merangsang kreativitas siswa.
Beberapa guru berpendapat menulis adalah keterampilan yang tidak diajarkan di TK. Calkins (1986) menyatakan bahwa anak-anak berpengetahuan awal tentang tulisan. Mereka memiliki kecenderungan melihat mereka sendiri sebagai penulis. Dalam hal ini mereka dengan cepat mempelajari konvensi bahasa tulis. Calkins juga menyatakan guru-guru TK dan guru-guru kelas satu hendaknya menciptakan situasi menulis yang menarik. Misalnya dengan menyiapkan kertas dan amplop untuk menulis surat atau kertas indeks untuk menempelkan objek-objek di ruangan.
Anak kelas satu ingin menulis, menulis, dan menulis lagi. Kegiatan menulis tampaknya mengalir dari hasil yang tampa kualitas dan setelah draft pertama ditulis, beberapa anak cemas untuk memulai lagi. Dalam masa menulis biasanya bagi pemula menulis tiga atau empat baris. Anak-anak kelas satu mempunyai keinginan untuk menuliskan idenya pada lembaran kertas dan mengeluarkan pendapatnya yang masih ada di otak mereka.
Untuk penulis-penulis kelas satu, menyiapkan tulisan merupakan hal-hal yang sangat terbatas atau pada dasarnya tidak dijumpai sampai mereka mengetahui bahwa lembar yang dihapus dari tulisan mereka dapat dibaca dengan mudah. Bahkan sampai saat ini keinginan yang kuat untuk memulai dan menyelesaikan lembaran dalam waktu singkat masih ada. Oleh karena itu, ini merupakan kesempatan yang penting untuk seoramg anak ketika menghapus atau mencoret tulisan pada kertas untuk pertama kali. Anak-anak kelas satu sekarang sudah mengenal lembaran sebuah draft yang memerlukan pengolahan untuk memperbaiki bacaan dan akhirnya dapat dianggap sebagai penulis..
Guru dapat membedakan dan mengevaluasi perubahan tulisan yang berlangsung selama tahun pertama dengan mendata contoh-contoh pekerjaan siswa dan menyimpanya. Guru seharusnya duduk dekat dengan siswa secara individu mendiskusikan dan merefleksikan pada pertumbuhan dan kemajuan mereka.
Di kelas dua menulis dapat dibedakan. Beberapa anak melanjutkan menulis dengan meyakinkan dan antusias seperti yang dikerjakan di kelas satu, menghasilkan lembaran cerita yang menjelaskan tentang kehidupan mereka. Bagi anak-anak lain, menulis merupakan aktivitas yang tidak menarik. Satu kata yang salah ejaanya dapat menyebabkan siswa akan melemparkan kertas itu sebelum mencoba menulis lagi. Bahkan tanda salah yang kecil pun dapat menyebabkan anak membuang kertas dan memulai lagi.
Ketika anak meninggalkan dunia egosentris pada tahap operasi konkret, mereka mulai mengetahui bahwa beberapa benda dapat diterima sedang lainya tidak. Anak-anak kelas satu jarang mengkhawatirkan tulisan mereka, sebab mereka memberikan semua perhatian untuk menikmati aktivitas menulis dan bukanya mencari reaksi pembaca. Bagi anak-anak kelas dua sebaliknya pengesahan dan penerimaan sangatlah penting. Suatu contoh, jika guru memuji cerita Maria tentang keranya, siswa yang lain mungkin memilih cerita yang mirip tentang binatang dengan harapan guru akan memuji harapan mereka, sehingga pengakuan terhadap dirinya mulai terlihat di kelas dua.
Ketika anak-anak kelas dua menulis tentang kejadian, mereka ingin memasukan segalanya seperti pada karangan yang objektif pada suatu peristiwa. Setiap aspek peristiwa yang penting atau tidak hendaknya diberikan perhatian yang yang sama dan sedikit memberikan interpretasi.
Anak-anak pada usia ini sering membuat cerita “bed-to bed” yang naratif dalam kejadian-kejadian yang terjadi dari waktu mereka bangun tidur di pagi hari sampai tidur di malam hari (Calkins,1986). Bahkan jika maksud menulis itu untuk mendiskripsikan ulang tahun atau hari raya, terbuka untuk mendapatkan perhatian yang sama seperti menyiapkan makan pagi dan membersihkan kamar tidur.
Pada usia 11-12 tahun seorang anak telah memasuki tahap integrasi. Pada tahap itu anak-anak telah dapat mempertimbangkan seluruh aspek yang melingkupinya. Anak telah dapat mengaplikasikan konteks komunikatif dalam mengarang seperti bentuk, gaya, pembaca, dan tujan penulisan (Kroll dan Wells dalam Tan, 1991).
Secara lebih rinci dan sistematis Farris (1993:202) menunjukkan profil kemampuan siswa sekolah dasar dalam mengarang berdasarkan proses dan kegiatan menulisnya. Siswa kelas tinggi sekolah dasar pada proses menulisnya, yakni dalaam tahapan pramenulis sudah mampu (1) memfokuskan gagasannya pada satu topik tertentu, (2) berpikir abstrak dengan tidak lagi memerlukan hadirnya contoh konkret, dan (3) menganjukan pertanyaaan pada dirinya sendiri.
Pada tahap pengedrafan mereka telah mampu (1) menuangkan gagasannya dalam bentuk draf secara berbeda-beda sesuai dengan sudut pandak, bentuk, dan suasana, (2) menunjukkan kesadaran adanya pembaca, (3) mengawali cerita dari berbagai bagian, misalnya dari bagian tengah, (4) menunjukkn rasa simpati, (5) menumbuhkan kesadaran terhadap pemenuhan elemen tulisan yang baik, dan (6) menulis, membaca, serta menyunting tulisannya sendiri.
Pada tahap perbaikan siswa seokolah dasar kelas tinggi sudah mampu (1) melakukan peyuntingan terhadap tulisannya sendiri, (2) mengaplikasikan aspek mekanikal tulisan atau karangan, dan (3) mempertimbangkan calon pembacanya.
Perkembangan tulisan anak itu beranjak secara “spiral” sejalan dengan perkembangan mentalnya. Dari “nonrepresentasional” sampai pada “representasional”, dari “pramelek aksara” hingga “fasih beraksara”, dari “menggambar aksara” hingga melahirkan tulisan.
Tulisan adalah sosok akhir dari aktivitas seseorang berkiat menulis. Kiat menulis dapat dianalogikan dengan proses perpaduan antara kognitif, pengetahuan, keterampilan, strategi, dan bahasa.
Aktivitas merangkai paparan tentang sesuatu ke dalam suatu bentuk tulisan agar dapat dipahami oleh orang lain pada seorang anak berkembang “sejak anak” menguasai kemampuan menyimak dan berbicara. Kemampuan menerima simakan dan menuturulangkan hasil simakan merupakan bagian dari perkembagan kemampuan menulis atau sebagai titik spiral/perkembangan tulisan anak.
Kita sadari bahwa tulisan anak (merangkaikan paparan suatu ide untuk disampaikan pada orang lain) sudah dimulai sebelum mereka mampu menuliskannya (menggunakan aksara), berdasarkan hasil simakan yang kemudian direkonstruksikan dengan versinya sendiri. Dengan bentuk suatu pola yang paling disukainya, maka biasanya pemaparan dimulai dari apa yang paling menarik dari dirinya, orang lain (lawan tutur), topik, dan baru pada tujuannya.
Jadi, jika kita berniat hendak mengenali suatu tulisan anak. Baik itu”fungsi maupun bentuk” maka kita harus mampu mengenali:
(a) siapa diri anak: maksudnya pada umumnya anak pada tahap-tahap awal, mengembangakan kemampuan menulis, selalu ingin dekat bahkan tidak ingin dipisahkan dari apa yang sedang dikisahkan dalam tulisannya. (b) audiensi: anak pada tahap awal ini sangat tinggi tingkat ketergantungan pada orang dewasa yang ada di sekitarnya. Demikian tingkat kecemasan/rasa ingin tahu mereka dilakukan dengan mengenali siapa orang-orang yang berada paling dekat dengan anak. Hal itu akan sangat mempengaruhi tahap perkembangannya. (c) Topik: hal-hal yang sedang ”in” pada saat itu bagi anak-anak. (d) Tujuan: apakah dalam tulisannya itu anak hanya sekedar menyampaikan sesuatu, menguraikan sesuatu, atau mengekspresikan sesuatu.
1. mampu mengedit tulisan sendiri2. mampu mengoreksi dan menghubungkan tulisan dengan unsure mekanis, berbagai kaidah3. mampu menyadari keberadaan pembantu kaidahS D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar